Jam lima pagi, seperti biasanya saya terbangun dan tak bisa melanjutkan mimpi-mimpi yang terputus, meski mimpi hanyalah bunga tidur namun ada sebagian orang yang berharap mimpi indah dan berdoa sebelum tidur agar mimpi tersebut datang dan di lain waktu berharap mimpinya menjadi kenyataan.
Barangkali alam mimpi satu-satunya tempat paling bebas, di sana kita bisa melakukan segalanya tanpa rasa takut, rasa bersalah sebab tak ada batasan-batasan hukum, moralitas dan segala tetek bengek yang digembar-gemborkan di alam nyata seperti melanggar HAM dan undang-undang. Alam mimpi tak peduli siapa kita, pengikut Muhammad atau Karl Marx.
Di alam mimpi kita bisa membunuh siapa saja termasuk presiden, bertemu tuhan dan setan dalam satu meja makan, atau jika kita beruntung kita bisa bermimpi tidur dengan banyak makhluk cantik dalam satu ranjang namun sialnya tanpa alat vital. Atau yang paling menjengkelkan, jatuh dan dikejar kereta. Dan semuanya gratis.
Konon katanya segalanya berawal dari mimpi namun saya belum sempat meluangkan sedikit waktu untuk percaya, sebab saya memang sedang membicarakan mimpi dalam arti yang sesungguhnya. Akan tetapi saya menyukai mimpinya John Lennon dalam lirik Imagine ketimbang mimpinya Eyang Subur jadi presiden.
Lalu, jika kenyataan hidup di negara Indonesia sudah seburuk ini masihkah kita percaya bahwa segalanya berawal dari mimpi? Dan siapakah yang memimpikian Indonesia sedemikian buruk dan terwujud membuat hidup di Indonesia semakin tak mudah dipahami mana tidur mana terjaga, mana mimpi mana nyata, mana fiksi mana fakta? Mimpimu? Bangunlah, sarung bantalmu terbalik.
---------------------------------
Jembatan Dua, Jakarta.
*foto sungai di depan Mangga Dua Square, diambil dari jembatan penyebrangan ke halte busway pada sekitar jam setengah sepuluh malam.
--Djenar Abunetti--
djenarabunetti@yahoo.com
Sent from my Nokia
