Baiklah saya kembali, kembali memaksa diri untuk menulis catatan harian yang terbengkalai sekitar tiga minggu meski sekarang saya sudah menguap untuk ke sekian kalinya setelah lebih dari dua jam mencoba login ke email dan selalu menghasilkan "communication error, please try again later" dan saya harus bertarung dengan diri sendiri untuk tetap cool, calm and confident "try and try" meski kemudian menyerah, namun setelah satu jam didiamkan sambil merebus air, membaca Si Parasit Lajang-nya Ayu Utami dan meyeduh kopi akhirnya operator sialan memberiku sedikit rasa kasihan lalu membiarkan saya login sesuai bualanya di iklan-iklan, saya mengetik dengan cepat dan terburu-buru mengklik "save to draft" sebelum alasan yang sama "communication error" dan hasil ketikan saya kabur tanpa bekas. Sebab operator seluler seringkali lebih kejam dari ibu tiri, begitu nasihat ibu kandung.
Pada paragraf kedua ini saya mulai berpikir tentang pembaca yang saya duga mulai berpikir apakah ini penting untuk disimak atau dilewatkan saja sebelum benar-benar menekan tombol "next blog" atau "close this windows". Dan saya merasa ini penting untuk diketahui pembaca bahwa saya seringkali mengubah posisi menulis dari duduk menjadi berbaring atau sebaliknya untuk tetap melanjutkan menulis catatan sekaligus tetap merasa nyaman, mengubah atau berganti posisi dalam menulis menurutku sangat penting, sama pentingnya seperti saat berhubungan intim. Mengurangi kebosanan, dan tentu untuk merasakan sensasi yang berbeda-beda, namun sejauh ini saya belum pernah menulis dengan posisi doggy style. Stop, sampai di sini saja.
Dan ternyata ini tidak penting sama sekali bukan? Dan saya pun tahu ini tak lebih penting dari antri BBM, beras murah atau antri tiket bioskop. Nah, saya mulai terpancing untuk bicara tentang sebuah kata yang seringkali mengganggu pikiran saya, kata yang sangat pendek namun berefek panjang yaitu "penting" dan "kepentingan" dan seberapa penting catatan ini ditulis tentunya sangat bergantung pada kepentingan lainya. Jelasnya, ketika saya memulai menulis catatan, saya tahu catatan tersebut (lebih tepat catatan ini) tidaklah "penting" namun saya memiliki "kepentingan" lain semisal supaya otak saya tidak sumpek dan lebih fresh maka saya perlu menumpahkan sampah-sampah tersebut dari tempurung kepala saya, atau kepentingan saya sebagai tukang bangunan untuk menawarkan atau menjual jasa menambal bocoran, mengecat atau sekedar membetulkan kran air di wastafel. Maka catatan-catatan yang lebih pas disebut sampah otak seperti ini menjadi penting, tentunya untuk saya karena rasa "fresh" itulah "kepentingan" yang sesungguhnya, dan sampah otak lahir dari sebuah "kepentingan" maka ia menjadi "penting" penting untuk tetap dipertahankan keberadaanya, kesinisannya kebusukanya, kekonyolanya ataupun kebodohanya yang menjadi ciri pemiliknya (saya) yang memang hanya kuli bangunan.
------------------------------
PJMI, Bintaro
--Djenar Abunetti--
djenar.abunetti@gmail.com
Sent from my Nokia