Baiklah Noyaw mari kita melarikan diri dari bualan-bualan yang telah lama menyita sekian banyak waktu, tenaga dan biaya, bualan yang menghabiskan ratusan paragraf, berlembar-lembar halaman, dan bab tentang segala hal yang ingin kita ketahui dengan menikmatinya di atas kloset dan aroma kotoran yang mengingatkan dari mana dan hendak kemana kita menuju dengan atau tanpa rasa berdosa sama sekali, siapa peduli?
Noyaw, kita sama-sama telah mengetahui tentang sebuah gambaran atau setidaknya dusta yang bagus tentang apa yang disebut seni, sastra, filsafat, beserta kritik tentang hal-hal di atas yang memang bukan dusta yang cukup bagus untuk sekedar disebut bualan sayur lodeh yang dibungkus dengan pernak-pernik penuh warna yang telah lama tersimpan di etalase, ruang-ruang publik dan mesin-mesin pencari dan nyaris membusuk, tak tersentuh namun setidaknya kita mampu menikmati dan menemukan sesuatu yang bukan bualan yang keluar dari mesin-mesin pembual ketika kita dengan yakin menekan tombol "cari" tentang makna hidup, manusia dan kemanusiaan atau mungkin juga tentang mesin dan kemesinan yang lama menghimpit jiwa kita tanpa belas layaknya benalu, kasih sayang terhadap manusia, kemanusiaan atau makhluk lain meski seujung pensil.
Dan yakinlah bahwa sayur lodeh atau apapun namanya yang ada di depan kita, tersaji dengan mangkok hadiah penyedap rasa yang tak sedap sama sekali dan terbuat dari bahan-bahan yang ada di sekitar kita seperti talas ungu, pete, teri, daun melinjo muda dengan kuah kental bersantan bukanlah bualan melainkan suatu bentuk nyata kasih sayang seorang ibu tanpa pernah berharap balasan meski seujung kuku, terlebih dari seorang anak lelaki durhaka sepertiku. Kasih sayang sedemikan sederhana, lebih sederhana dari sebuah cara membuat sayur lodeh, puisi, esai atau prosa liris manapun. Terima kasih ibu.
------------------------------------
Galuh Timur
--Djenar Abunetti--
djenar.abunetti@gmail.com
Sent from my Nokia
