Sehari-hari saya selalu bertemu dengan batu bata, memasangnya dengan adukan semen, mematahkanya, memukulnya dengan palu ataupun melemparkanya sudah biasa, batu bata sudah menjadi bagian kehidupanku. Batu bata umumnya berwarna merah dan benda keras ini adalah salah satu elemen atau unsur penting pada sebuah bangunan, namun peranya bisa digantikan oleh hebel atau celcon, dan batako.
Sekilas nama "tukang batoebata" mirip (kalau gak mirip ya dimirip-miripinlah, maksa sedikit kan sudah biasa) nama petinggi sebuah partai besar, sepertinya batoebata yang satu ini sama kerasnya dengan bata merah, baik jidat maupun pernyataanya sering membuat orang atau kelompok lain terganggu, tersinggung bahkan terluka. Dan baru-baru ini batoebata berbenturan dengan durian, Durian itu nama buah yang diklaim paling enak dan mendapat gelar makanan para dewa, seperti namanya durian berkulit penuh duri tajam, sesuatu yang enak haruslah dijaga dan diraih melalui perjuangan, untuk menikmati isi durian kita harus berjuang (membuka) kulitnya ekstra hati-hati dari tusukan penjaganya (duri).
Lalu apa jadinya jika durian yang terkenal militan ini berbenturan dengan batoebata? Batoebata hanya benda keras nyaris tak ada yang menggemarinya (tukang bangunan sepertiku pun sebenarnya terpaksa mau bermain-main dengan batu bata karena tidak memiliki keahlian lain) berbeda dengan durian, lebih banyak penggemarnya dari pada yang membencinya, wanginya bisa tercium dari jauh mengundang rasa ingin memiliki dan menikmatinya. Dan mari kita bayangkan durian runtuh menimpa kerasnya jidat batoebata "si elemen penting" di bangunan partai demokaratan, pastilah tembus sampai Anus "baby face" yang paling Purba.
----------------------------------
Kadipaten
--Djenar Abunetti--
djenarabunetti@nokiamail.com
Sent from my Nokia