Lega

Kupikir saat ini banyak orang yang sedang merasa lega. Entah setelah lebaran kemarin bermaaf-maafan, lega karena bisa menjawab kapan nikah, lega karena harga-harga akan kembali normal, lega bisa membuka warung siang hari tanpa was-was atau lega bisa bayar kreditan tepat waktu tanpa merepotkan dana lebaran.

Rasa lega atau plong dan lapang biasanya dirasakan setelah beban berkurang atau hilang untuk sementara atau untuk seterusnya. Lebaran "melegakan" Jakarta dari macetnya untuk sementara, melegakan penghuninya, jalan-jalannya dari beban kemacetan yang nyaris tanpa henti sepanjang hari, sepanjang tahun.

Lebaran juga liburan bagi banyak orang, tapi tidak untuk hater dan lover Jokowi. Lebaran kali ini seperti gagal memisahkan dua kelompok yang sepertinya akan terus saling peluk, cium juga saling tindih penuh gairah dan entah sampai kapan. Entah sudah berapa gaya mereka lakukan dan masih jauh dari orgasme, jauh dari lega, kelegaan dan kelapangan.

Ranjang sosmed terus berderit tanpa henti, seperti ikut bersorak, dan mungkin juga lelah, letih, lesu, lunglai atas percintaan ini. Kelegaan tak kunjung hadir, atau sengaja tak dihadirkan di kelamin-kelamin penuh nafsu ini? Barangkali, bercinta memang soal siapa menaklukan siapa. Bukan sekedar orgasme bersama, lega bersama. Atau mereka menganut semacam sadomasokisme, BDSM? Entahlah, aku ikut lega seandanya saja dua kelompok gangbang ini menyudahi percintaan ini. 

Lega, kelegaan memang bukan hanya soal orgasme, tapi lebih ke pengertian akan pasangan. Sebab orgasme itu sesaat, ngawur itu abadi.
-------------------------
Galuhtimur, Jawa Tengah.

Djenar Abunetti​​‎

Sent from my BlackBerry 10 smartphone

0 comments: