Gua

Kadang-kadang saya ingin tinggal di gua, tumpukan batu, atau rumah di atas pohon yang jauh dari desa-desa dan kota, di tengah hutan atau pulau terpencil. Meninggalkan segala hiruk pikuk yang ada. Tanpa deru mesin, internet, radio dan televisi, bahkan tanpa baju kalau perlu. Kembali ke masa-masa dinosaurus. Tapi bisakah saya membuat korek api dari batu atau dari bambu di sana? Ataukah saya akan menikmati daging mentah?.Kembali ke masa lalu atau melesat ke masa depan sama-sama menakutkan ternyata. Atau saya saja yang penakut?.

Ah, jangan-jangan saya takut dengan kehidupan sekarang, hingga punya mimpi seperti itu. Mimpi yang bisa dianggap cara melarikan diri, melarikan diri dari tugas sebagai manusia yang bertanggung jawab pada sesama manusia di sekitarnya, lingkungannya, dunianya. Apa betul semua itu? Atau saya hanya merasa "ge'er" dan merasa penting, sok penting, merasa bahwa dunia tidak akan berputar karena saya? Terlalu sekali jika sampai "ge'er" seperti ini. 

Kenyataannya baik ditinggal pindah atau ditinggal mati sekalipun kampungku, kampungmu,  kotaku, kotamu, negaraku, negaramu  akan tetap melaju sesuai irama yang sudah ada dan malah bisa jadi akan semakin baik, semakin cepat, semakin maju. Karena pikiran-pikiran yang dimiliki orang sepertiku justru akan menghambat laju pembangunan. Dan saya tak perlu merasa ge'er bahwa saya penting. Betul tidak? *Gedek-gedek #benerin sorban.

Tapi sepertinya enak hidup sendiri  begitu, di tempat seperti itu , kemana-mana telanjang tanpa ada yang menghakimi masuk neraka karena mengumbar aurat, tak ada yang menghukumi haram makan daging mentah. Seru sepertinya, yah sepertinya.
***********

//Aha, pikiranku seperti gua tanpa lampu, tanpa penerangan. Aku tersesat di dalamnya tanpa pernah bisa kembali. Dan sungguh mengerikan, aku takut dengan pikiranku sendiri, liku-likunya, jurang-jurangnya. Aku meraba dalam gelap, berharap ada terang seterang ketika aku memasukinya dengan riang gembira. Lama aku tersesat, semakin dalam, jauh, dan tak tahu arah kembali. Aku akan mati, terkubur di sini. Di dalam gua pikiranku sendiri, membusuk dan menjadi lumpur, dan kaki-kaki yang mengikutiku akan terperosok kedalamnya dan bernasib sama, kita akan mati tanpa pernah saling mengenali, selain bau busuk dari pikiran masing-masing yang penuh keputusasaan. Karena ngawur itu abadi.
----------------------------------
Galuhtimur, Jawa Tengah

Djenar Abunetti‎

Sent from my BlackBerry 10 smartphone

0 comments: