Banyak pemikiran bagus bertebaran di facebook, diposting dengan koneksi berbayar, bonus kuota atau bahkan wifi gratisan. Dan konon julukan "cafe philosopher" pernah disematkan pada Sartre karena seringnya berlama-lama dan berpindah dari kafe ke kafe lainnya, dan dari kafe-kafe tersebut lahirlah naskah-naskah penting yang sampai saat ini sering dijadikan acuan oleh "free wifi philosopher" "filsuf" yang lebih sering memburu atau mencari wifi gratis, dari kafe sampai taman-taman kota. Eksistensialis dan sekedar numpang eksis memang berbeda, baik kualitas maupun kuantitas dalam membuat status.
Suatu ketika Sartre menikmati sore di sebuah kafe dan menyeruput kopi luwak sambil menerawang orang-orang yang berlalu-lalang, kemudian sebuah wangsit jatuh ke ubun-ubunnya "aku berpikir maka aku ada" sementara di sudut lain di kumuhnya kota Paris, Camus setengah marah berteriak atas kemiskinannya "aku memberontak maka aku ada". Polemik soal keberadaan terus berkembang hingga Ani Yudhoyono di Jakarta yang kebanjiran pun tak mau kalah berteori, "aku geram maka aku ada". Namun sepertinya ada dan tiadanya manusia-manusia jaman sekarang tak lepas dari konter pulsa berslogan celoteh menkominfo "mau dipakai buat apa jika internet kita kenceng?" rakyat yang sudah mulai gusar menjawab "untuk mengada" dengan kompak.
Cepat atau lambatnya laju internet pada suatu bangsa adalah simbol atau pertanda seberapa majunya bangsa tersebut, jika keyboard yang hanya tinggal menekan beberapa tombol saja tak mau membuka laman, bagaimana dalam hal lain yang begitu banyak dan memerlukan tanda tangan dari meja ke meja? Maka, "ada dan tiadanya" sebuah bangsa ditentukan seberapa kencang kemampuan internet tersebut melaju, nah apabila internet dinilai tak terlalu penting jika dibanding sektor lain maka internetlah ukuran atau indikator majunya sebuah bangsa, jika yang "tak penting" saja bisa sebagus (seperti Korea) itu bagaimana sektor lain yang benar-benar penting. Begitu.
Jaringan internet di tempatku ngadat sejak semalam, mungkin karena hujan lebat/cuaca, dan sepertinya daya tahan jaringan kita seperti pengungsi yang mudah terserang penyakit setelah banjir, batuk, pilek dan diare. Cuaca buruk memang seperti musuh, tapi yang jelas punya banyak pengaruh atas kehidupan di alam nyata maupun di alam kabel. Apakah internet kita mengenal "wani piro?".
Indonesia berinternet, maka Indonesia ada.
-------------------------------------------------
Jembatan Item, Angke, Jakarta Barat.
--Djenar Abunetti--
djenar.abunetti@gmail.com
Sent from Nokia Windows Phone
Suatu ketika Sartre menikmati sore di sebuah kafe dan menyeruput kopi luwak sambil menerawang orang-orang yang berlalu-lalang, kemudian sebuah wangsit jatuh ke ubun-ubunnya "aku berpikir maka aku ada" sementara di sudut lain di kumuhnya kota Paris, Camus setengah marah berteriak atas kemiskinannya "aku memberontak maka aku ada". Polemik soal keberadaan terus berkembang hingga Ani Yudhoyono di Jakarta yang kebanjiran pun tak mau kalah berteori, "aku geram maka aku ada". Namun sepertinya ada dan tiadanya manusia-manusia jaman sekarang tak lepas dari konter pulsa berslogan celoteh menkominfo "mau dipakai buat apa jika internet kita kenceng?" rakyat yang sudah mulai gusar menjawab "untuk mengada" dengan kompak.
Cepat atau lambatnya laju internet pada suatu bangsa adalah simbol atau pertanda seberapa majunya bangsa tersebut, jika keyboard yang hanya tinggal menekan beberapa tombol saja tak mau membuka laman, bagaimana dalam hal lain yang begitu banyak dan memerlukan tanda tangan dari meja ke meja? Maka, "ada dan tiadanya" sebuah bangsa ditentukan seberapa kencang kemampuan internet tersebut melaju, nah apabila internet dinilai tak terlalu penting jika dibanding sektor lain maka internetlah ukuran atau indikator majunya sebuah bangsa, jika yang "tak penting" saja bisa sebagus (seperti Korea) itu bagaimana sektor lain yang benar-benar penting. Begitu.
Jaringan internet di tempatku ngadat sejak semalam, mungkin karena hujan lebat/cuaca, dan sepertinya daya tahan jaringan kita seperti pengungsi yang mudah terserang penyakit setelah banjir, batuk, pilek dan diare. Cuaca buruk memang seperti musuh, tapi yang jelas punya banyak pengaruh atas kehidupan di alam nyata maupun di alam kabel. Apakah internet kita mengenal "wani piro?".
Indonesia berinternet, maka Indonesia ada.
-------------------------------------------------
Jembatan Item, Angke, Jakarta Barat.
--Djenar Abunetti--
djenar.abunetti@gmail.com
Sent from Nokia Windows Phone

0 comments:
Posting Komentar