Politik Rambut

Membahas rambut sepertinya takan pernah habis ada begitu banyak merk shampo dan spesialisasi yang ditawarkan, kita bisa memilih sesuai jenis rambut yang kita miliki ataupun sesuai jenis masalah yang dialami rambut dan kulit kepala kita seperti berketombe, rambut patah-patah (saya masih bingung mengapa iklan harus mengatakan 'patah-patah' bukan 'putus-putus' sebab umumnya kata 'patah' digunakan untuk benda yang keras atau kaku seperti kayu, tiang listrik, penggaris, kunci pintu atau gagang sapu), rambut bercabang ataupun rambut rontok. Beberapa orang menjadi kaya akibat rambut dari pemilik pabrik shampo dan karyawanya, bintang iklan, foto model, sampai pemilik toko kelontong penjual shampo sachetan. Dan ini wilayah ekonomi. Ok, saya akan melupakan tentang kasus kedangkalan pemahaman bahasaku di atas dan berharap ada ahli bahasa yang sudi berbagi di sini dan saya ingin terus melanjutkan menulis tentang masalah rambut yang tak selesai pada level shampo namun sudah memasuki ranah politik, ini bukanlah berita baru soal 'politik rambut' ala foke dengan 'ingat coblos kumisnya' yang mirip-mirip 'bakso bang kumis bebas formalin' yang pada kenyataanya sama-sama hanya untuk mendongkrak pendapatan. Di jalan perkampungan saya juga terdapat 'politik rambut' bertengger seenaknya di pohon-pohon dan tiang listrik bedanya ia menutupi rambut dengan apa yang disebut jilbab atau hijab dan berharap rakyat akan menganggapnya lebih jujur, lebih religius dalam membuat kebijakan.

Politik rambut berikutnya adalah 'politik rambut cepak' (militer) beberapa tahun yang lalu rakyat dibuai oleh 'rambut cepak' dengan bujukan 'capres ini dari militer, dia ini jendral dan dijamin lebih tegas' namun sampai saat ini ketegasanya banyak dipertanyakan, sebagian lagi malah mengeluh masih lebih baik keadaanya waktu presidenya berambut panjang, rambut panjang yang pernah menendang si cepak begitu juga sebaliknya.

Jika rambut jenis kumis saja bisa diikutkan dalam politik demikian juga dengan rambut jenis jenggot, jenggot malah lebih dulu berpolitik, dulu partai jenggot (partai islam) adalah lawan tangguh bagi PKI namun kini 'jenggoter' tak mampu berbuat apa-apa dan baru-baru ini 'kumis' berkolaborasi dengan 'jenggoter' dan membuat sejumlah kalangan berang dibuatnya 'mau jadi apa kalau kumis dan jenggot' disatukan? Pikir mereka. Ah..sepertinya kita hanya butuh barber shop untuk memangkas habis semua jenis 'ideologi rambut' yang mulai gatal-gatal akibat ketombe kepentingan golongan agar lebih fresh menghadapi 2014.

Apa kau masih ingat sebuah humor 'presiden hanya nurut sama tukang cukur'???
-------------------------------------------------------------------------
Galuh Timur


--Djenar Abunetti--
djenar.abunetti@gmail.com
Sent using a Sony Ericsson mobile phone