03/07/2014
0:25
Barangkali "tema" saat ini yang paling ramai dan paling sering dibicarakan adalah "Pergolakan Politik", "Pergolakan Sepak Bola", "Pergolakan Kolak (perkolakan?)", baik dalam skala nasional maupun skala rumahan, skala warung kopi, pun skala dalam hati (sebatas nggrundel, nggremeng etc). Dalam situasi seperti ini semua yang "bergolak" tersebut saling mempengaruhi pergolakan lainnya (capres, ramadhan dan piala dunia) membuat semua ruang menjadi sedemikian riuh dengan suara-suara beserta muatannya masing-masing.
Pergolakan politik memasuki H-6 menjelang pencoblosan pemilihan capres/cawapres periode 2014-sampai selesai, boleh juga sampai bosan, sementara pada pergolakan sepak bola di piala dunia 2014 memasuki babak perempat final atau delapan besar yang konon (sepertinya) pertama kali dalam sejarah piala dunia peserta delapan besar tersebut adalah juara di grup masing-masing. Seperti halnya di piala dunia, capres dan cawapres tersebut juga juara di koalisi partai masing-masing. Oh tentu, dalam hal ini baik pemain bola maupun politisi memiliki satu hal dan satu kata yang sama, yang tertanam di kepala "perjuangan", berjuang menjadi pemenang, menjadi penguasa di wilayah atau bidang masing-masing.
Dan tentu saja ada pergolakan yang hampir terlupakan, pergolakan di wilayah yang lebih "masuk ke dalam" yaitu "pergolakan kolak" sebut saja perkolakan. Jika pergolakan capres lima tahun sekali dan piala dunia empat tahun sekali maka kolak setiap tahun hadir namun tak pernah ingin berkuasa selama setahun penuh, empat tahun atau lima tahun, ia hanya ingin berkuasa selama sebulan, itu pun hanya ingin jadi yang utama saat bedug maghrib, paling tidak selama sepuluh menit setelah itu terserah, masih untung ada yang mau menikmatinya usai sholat tarawih, jika sebulan setelah itu ia akan ikhlas dilupakan, tak akan dicari-cari di tiap sudut gang, tiap perempatan jalan masuk kampung. Kolak begitu sederhana, tanpa ambisi tanpa pretensi. Dirindukan sekaligus mudah dilupakan, tanpa catatan kaki, catatan sejarah juga prediksi. Ia juara di lima menit pertama setiap maghrib, bersaing dengan es krim, es kelapa muda dan sirup botolan.
-----------------------
Duri Pulo, Jakarta Pusat.
--Djenar Abunetti--
djenarabunetti@yahoo.com
Sent from Nokia Windows Phone
0:25
Barangkali "tema" saat ini yang paling ramai dan paling sering dibicarakan adalah "Pergolakan Politik", "Pergolakan Sepak Bola", "Pergolakan Kolak (perkolakan?)", baik dalam skala nasional maupun skala rumahan, skala warung kopi, pun skala dalam hati (sebatas nggrundel, nggremeng etc). Dalam situasi seperti ini semua yang "bergolak" tersebut saling mempengaruhi pergolakan lainnya (capres, ramadhan dan piala dunia) membuat semua ruang menjadi sedemikian riuh dengan suara-suara beserta muatannya masing-masing.
Pergolakan politik memasuki H-6 menjelang pencoblosan pemilihan capres/cawapres periode 2014-sampai selesai, boleh juga sampai bosan, sementara pada pergolakan sepak bola di piala dunia 2014 memasuki babak perempat final atau delapan besar yang konon (sepertinya) pertama kali dalam sejarah piala dunia peserta delapan besar tersebut adalah juara di grup masing-masing. Seperti halnya di piala dunia, capres dan cawapres tersebut juga juara di koalisi partai masing-masing. Oh tentu, dalam hal ini baik pemain bola maupun politisi memiliki satu hal dan satu kata yang sama, yang tertanam di kepala "perjuangan", berjuang menjadi pemenang, menjadi penguasa di wilayah atau bidang masing-masing.
Dan tentu saja ada pergolakan yang hampir terlupakan, pergolakan di wilayah yang lebih "masuk ke dalam" yaitu "pergolakan kolak" sebut saja perkolakan. Jika pergolakan capres lima tahun sekali dan piala dunia empat tahun sekali maka kolak setiap tahun hadir namun tak pernah ingin berkuasa selama setahun penuh, empat tahun atau lima tahun, ia hanya ingin berkuasa selama sebulan, itu pun hanya ingin jadi yang utama saat bedug maghrib, paling tidak selama sepuluh menit setelah itu terserah, masih untung ada yang mau menikmatinya usai sholat tarawih, jika sebulan setelah itu ia akan ikhlas dilupakan, tak akan dicari-cari di tiap sudut gang, tiap perempatan jalan masuk kampung. Kolak begitu sederhana, tanpa ambisi tanpa pretensi. Dirindukan sekaligus mudah dilupakan, tanpa catatan kaki, catatan sejarah juga prediksi. Ia juara di lima menit pertama setiap maghrib, bersaing dengan es krim, es kelapa muda dan sirup botolan.
-----------------------
Duri Pulo, Jakarta Pusat.
--Djenar Abunetti--
djenarabunetti@yahoo.com
Sent from Nokia Windows Phone


0 comments:
Posting Komentar