Berkah, barokah, kata yang kedengaranya menyejukan hati dan mengandung makna yang luas dan dalam terlebih di bulan Ramadhan kali ini, bulan yang diyakini sebagian besar rakyat Indonesia lebih banyak berkah dari bulanbulan lainya oleh karenanya penyambutan terhadapnya demikian gegap gempita. Diawali dari rumah, mushola, kuburan sampai supermarket sibuk dibuatnya, penuh hiruk pikuk. Di rumahrumah orangorang sibuk mencuci sarung, sajadah dan mukena benda yang selama ini berada di urutan paling bawah lemari menjadi paling atas dan paling mudah diambil, di mushola orangorang sibuk mengecat dan membersihkanya padahal sebelumnya lewat depan mushola pun malas, di kuburan orangorang sibuk menyiangi rumput dan mengumpulkan daun kering lalu membakarnya atau membuangnya, menabur bunga dan berdoa untuk yang telah pergi, padahal sebelumnya kuburan tempat yang paling dihindari waktu mau wakuncar, di supermarket orangorang sibuk memasang spanduk besar, memberi paket hemat, mencetak brosur dan menyebarkanya pada mereka yang datang, padahal sebelumnya tersenyum pun tidak. Berkah, yah ini mungkin beberapa macam bentuk dari sekian bentuk penyambutan bulan yang penuh berkah.
Dan bulan berkah bagiku hanyalah bulan penuh cekikan, selain orangorang harus 'mencekik' hawa nafsu mereka juga harus menahan cekikan hargaharga kebutuhan pokok lebihlebih sekarang tahu tempe saja tak mudah untuk menemukanya, membayarnya dan memasaknya.
Ramadhan, bulan yang penuh berkah bagi pemodal dan penuh cekikan bagi pemakai.
Kugapai tempe di depanku, tercekik dan tak sanggup lagi untuk menelanya.
---------------------------------------------------------------------------
Majalengka
--Djenar Abunetti--
djenar.abunetti@gmail.com
Sent using a Sony Ericsson mobile phone